Movie review score
5

dtrash news.Indonesia meminta Malaysia berperan lebih aktif memberantas perdagangan kayu tropis di pasar internasional. Malaysia dan Singapura diduga masih menampung kayu hasil pembalakan liar di Indonesia, terutama jenis merbau yang merupakan tanaman endemik Papua.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyampaikan hal ini di Jakarta, Selasa (19/10/2010). Dia meminta Pemerintah Malaysia dan Singapura segera menandatangani nota kesepahaman untuk memperkuat komitmen memberantas perdagangan kayu ilegal.
"Negara lain seperti Amerika Serikat, Eropa, dan China sudah membuat MoU perdagangan kayu bersertifikat dengan kita. Tinggal Malaysia yang belum," ujar Menhut dalam Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) dan pakar nasional bertajuk Penguatan Peranan Forum DAS dan Para Pihak dalam Pengelolaan DAS Terpadu yang diselenggarakan Kementerian Kehutanan.
Indonesia mengalami kerugian sedikitnya Rp 10 triliun per tahun akibat pembalakan liar. Kalimantan dan Papua merupakan dua pulau yang masih diincar mafia pembalakan liar karena masih memiliki hutan primer yang lebat, terutama di kawasan taman nasional.
Hasil pembalakan liar dari kedua pulau tersebut di masa lalu langsung diseberangkan ke Malaysia baik melalui jalur darat dan laut. Regulasi Malaysia yang mengesahkan kayu sepanjang sudah membayar cukai membuat pembalakan liar masih terjadi.
Akan tetapi, kata Menhut, perwakilan Malaysia yang menemuinya sudah menegaskan mereka kini tidak lagi menoleransi pembalakan liar. Komitmen ini menggembirakan Pemerintah Indonesia dan Menhut berharap dalam waktu dekat kedua negara bisa membuat MOU perdagangan kayu bersertifikat legal.
Pada September 2010, Menhut sudah menandatangani MOU perdagangan kayu bersertifikat dengan Pemerintah China. Saat gencar membangun stadion olimpiade 2008, China membeli banyak sekali kayu merbau, yang sebagian besar dipasok dari Papua secara ilegal.
"Kami sudah menandatangani MoU semacam ini juga dengan Australia, Eropa, dan Amerika Serikat. Kami berharap, dampaknya besar untuk mengurangi ilegal logging yang signifikan karena banyak kayu Indonesia yang diperdagangkan di luar negeri tidak bersertifikat legal," ujar Zulkifli.
Potensi pembalakan
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi mengungkapkan, praktik pembalakan liar masih rentan terjadi walau secara kuantitas sudah jauh menurun dari lima tahun sebelumnya. Menurut Elfian, kebutuhan kayu yang tinggi di tengah rendahnya kemampuan menanam membuat industri-industri kehutanan justru berpeluang menyerap bahan baku ilegal.
Elfian mencontohkan kasus dugaan menampung kayu hasil pembalakan liar yang menimpa industri kayu lapis terkemuka nasional, PT Sumalindo Tbk di Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Studi Greenomics Indonesia menunjukkan 30 persen-38 persen bahan baku kayu Sumalindo berasal dari pembelian bebas dan kontrak suplai dengan pihak ketiga.
"Menhut harus mengusut lacak balak dari sumber pembelian bebas dan kontrak suplai dari pihak ketiga yang menjadi sumber bahan baku Sumalindo lalu memaparkannya kepada publik. P raktik pembelian bebas dan kontrak suplai ini sangat rawan disusupi kayu ilegal," ujar Elfian.
Sumalindo membutuhkan bahan baku kayu 878.240 meter kubik per tahun selama tahun 2005 sampai 2013. Produsen kayu lapis ini memiliki kapasitas produksi kayu lapis sebesar 160.200 meter kubik, serpih kayu 401.600 meter kubik, dan kayu gergajian 30.000 meter kubik.
Sumalindo kini terbelit masalah hukum karena diduga menampung kayu hasil pembalakan liar yang disamarkan dengan kayu rakyat. Polisi sempat menahan Presiden Direktur Sumalindo Amir Sunarko dan Wakil Presiden Direktur David dalam kasus ini.
Menurut Elfian, audit bahan baku penting dilaksanakan karena Sumalindo memiliki rekam jejak sebagai perusahaan yang defisit bahan baku. Oleh karena itu, Elfian menilai wajar publik kini sangat menyoroti kasus hukum yang menimpa Sumalindo.

Leave a Reply

Blog Archive

Adsens